Komik Politik Amien Rais

Jitet Koestana

Darmito M SudarmoGATRA, 5 Juni 1999

PENGGALAN “episode” perjalanan Amien Rais sebagai salah seorang penggerak lokomotif reformasi, dikomikkan. Itu sungguh gagasan unik dan kreatif. Pamrihnya pun cukup “heboh”;  yakni, memberikan gambaran yang obyektif kepada masyarakat tentang seorang tokoh dan peristiwa politik yang penting. Dengan harapan, orang-orang yang buta politik pun dapat mencerna. Supaya peristiwa “pembodohan” selama 32 tahun tidak terulang kembali.
Pamrih itu mungkin berlebihan, mungkin juga tidak. Yang jelas, sebagai bacaan, buku komik politik Amien Rais sangat menjerat rasa ingin tahu pembaca. Bahasanya gampang dicerna, kadang terselip ungkapan-ungkapan jenaka dan data peristiwanya akurat. Komik setebal 32 halaman yang seluruhnya penuh dengan warna memikat, diawali dengan “Hikayat Kancil Pilek”; menggambarkan sikap “politik” Kancil yang sekadar mau cari aman dan menghindari  konflik dengan penguasa. “Begitulah…Kancil selamat. Di zaman Orde Baru, banyak orang; baik intelektual, cerdik pandai, ulama, bersikap seperti Kancil pilek. Tapi ada juga yang tidak mau menjadi Kancil pilek…” (hal. 3) dan orang yang dimaksud tak lain adalah Amien Rais.
Kisah utama dibuka dengan catatan menonjol: Jakarta: Kamis, 8 Januari 1998. Lalu ingatan pembaca digiring kepada peristiwa yang cukup membuat jantung berdegup kencang: dolar berada di posisi Rp11.000. Itu tidak seberapa; tetapi beredarnya isu dolar bakal terus naik, membuat orang panik; rush belanja dan asal borong barang maupun sembako terjadi. Di bulan puasa, pula. Bayangkan. Mula-mula hanya menimpa Jakarta; akhirnya, kota-kota lain pun mulai ketularan. Kepanikan masyarakat tak dapat ditutup-tutupi lagi; tidak oleh pidato-pidato pejabat apalagi sekadar janji Menteri untuk melakukan perbaikan distribusi. Kisah dramatis, orang antre panjang untuk memperoleh jatah pembelian sembako murah, mengingatkan kita pada situasi negeri miskin di Afrika.
Setidaknya, kita masih menjadi saksi hidup atau masih punya ingatan segar tentang peristiwa yang terjadi pada Maret 1998; saat Soeharto dipilih kembali menjadi Presiden RI untuk ketujuh kalinya dan BJ Habibie menjadi Wakil Presiden. Masyarakat kaget waktu susunan Kabinet diumumkan; terdapat nama: Mbak Tutut sebagai Menteri Sosial dan pengusaha Bob Hasan sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Akumulasi kegemasan masyarakat ditambah dengan krisis ekonomi yang menjadi krisis politik dan akhirnya berubah menjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah meledak menjadi aksi demonstrasi mahasiswa yang sangat bersejarah itu. Sampai klimaksnya, 21 Mei 1998, Soeharto turun tahta digantikan BJ Habibie.
Di mana posisi Amien Rais? Sejak 1993, pada Sidang Tanwir Muhammadiyah di Surabaya, Amien sudah dikenal sangat kritis terhadap pemerintah; terutama kepada Presiden Soeharto. Seperti tak kenal lelah, ia terus-menerus membeberkan kebobrokan rezim Orde Baru di berbagai mimbar dan seminar; maka jadilah ia simbol perlawanan terhadap Orde Baru dan mendapat julukan, “Bapak Reformasi”.
Sayang sekali, karya gambar yang memerlukan waktu khusus dalam penggarapannya, harus tunduk pada batas waktu momentum yang ditentukan penulisnya. Sehingga sikap kritis Amien yang masih tampak hingga saat ini, terutama karena kegemasannya melihat kinerja Kejaksaan Agung yang lambat dalam menangani kasus Soeharto; termasuk setelah “Time” mengangkat laporan utama tentang kekayaan keluarga Soeharto dan Kejagung masih ribut soal panggil-memanggil pemberi berita, tak dapat dimunculkan dalam lembar komik yang “luar biasa” ini.
Meskipun demikian, dengan disajikannya “biografi” ringkas tentang masa kecil Amien yang tekun, rajin dan agak bandel (suka berkelahi) ditambah dengan selera seninya yang lumayan: mendalang wayang kulit, main musik, pidato dan lain-lain, mengesankan komik ini tidak sekadar kaya nuansa namun juga pada isi.
Dan sesuatu yang tak terduga, dengan jatah halaman yang sangat terbatas, komikus Gelar Soetopo mampu mengolahnya secara efisien dan menarik. Efisien karena pembagian komposisi antara narasi dan dialog yang kadang padat dan panjang dapat terakomodasi secara runtut, mudah dibaca. Menarik, karena ia mampu menyajikan ilustrasi dengan sudut bidik cukup menakjubkan dan rincian detail serta akurasi wajah para pelaku sejarah secara tidak mengecewakan. Bagi ilustrator, proyek ini tergolong kerja yang cukup makan waktu. Hampir keseluruhan garis dan goresan yang muncul masih dikerjakan secara manual.
Salah satu catatan kecil yang perlu ditambahkan di sini adalah belum terakomodasinya gagasan-gagasan inti Amien Rais secara utuh mengenai suksesi (konstitusi), low politics, high politics, reformasi dan demokrasi secara umum, sehingga visi Amien sebagai calon presiden dapat tertangkap lengkap oleh masyarakat buta politik sekalipun, sehingga figur Amien (yang tak lepas dari kritik tajam lawan politik maupun pihak yang hanya ikut-ikutan memusuhi) dapat muncul semakin obyektif.

deMes

0 Responses to "Komik Politik Amien Rais"

Post a Comment