GM Sudarta: Saya Punya Firasat Suatu Saat Akan Tinggal di Bali

GM Sudarta by Sabariman RS

Darminto M Sudarmo - The Cartoon, Edisi Perdana, Oktober 2008

BULAN Maret 08, GM Sudarta berangkat ke Jepang untuk mengajar di Universitas Seika, Kyoto, Jepang. Jabatan akademiknya adalah: Visiting Professor, Kyoto Seika University, Cartoon Department. Lokasi persisnya universitas ini ada di 137 Kino-cho, Iwakura Sakyo-ku Kyoto 606-8588 Japan. Mau mampir? Silakan.
Menurut kartunis pencipta Oom Pasikom ini, tugas mengajarnya cukup santai. Ia hanya dapat jatah mengajar dua kali dalam sebulan (saya agak ragu dan akan konfirmasi lagi, 2 kali sebulan apa seminggu, ya?). Enak dong? Ya, bahkan ia mendapat fasilitas apartemen sangat representatif yang beralamat di Green Village 88 room 206 758-Ichihara-cho Shizuichi Sakyo-ku Kyoto 601-1123 Japan. Perlengkapan di apartemen juga komplet. Tersedia ruang untuk bekerja, mengartun, melukis dan menulis; berupa seperangkat komputer yang telah dilengkapi sarana komunikasi elektronik canggih.
Sesuatu yang tak terduga, pertengahan Agustus 2008 lalu, saya ketemu “Oom Pasikom” ini di Bandara Adisoetjipto, Yogyakarta. Ternyata, kami punya tujuan sama ke Denpasar. Tepatnya ke Museum Kartun Indonesia Bali.
“Lho, belum lama di Jepang kok sudah sampai Indonesia lagi, Mas?” Tanya saya.
“Iya. Selain menikmati liburan, saya juga akan menemani teman-teman dosen dari Jepang yang akan mengunjungi Bentara Budaya dan rekan-rekan kartunis Jakarta, awal September 2008. Malah, teman-teman dosen itu: Yasuo Yoshitomi (Vice President Kyoto Seika University dan Pimpinan Departemen Kartun), DR Chung Ing Kyung (asisten mengajar saya), Kyoko Tamada (Wakil Pimpinan Departemen Kartun), Ayako Saito (Dosen Kartun), dan Ken Omae (Dosen Kartun) juga minta diantar mengunjungi Museum Kartun Indonesia Bali. Jadwalnya, 4 September 2008.”
“Asyik juga, sebuah perguruan tinggi yang memiliki jurusan kartun…”
“Iya. Karena di Jepang yang nge-trend dan tumbuh subur ternyata seni manga atau semacam komik. Para kartunis opini atau yang sering disebut karikaturis, jumlahnya makin sedikit. Mereka sudah tua-tua. Jadi ketika para dosen kartun mengajar, anak-anak muda di jurusan ini sangat antusias. Mereka juga kritis-kritis. Senang diskusi. Kalau situasi sudah demikian, saya merasa senang karena suasananya sangat hidup. Interaktif.”
“Di Indonesia kenapa untuk jurusan illustrator saja belum ada? Padahal jelas sebagai sebuah profesi, illustrator sangat dibutuhkan oleh banyak penerbit; baik media massa maupun penerbit buku. Kenapa?”
“Iya, saya juga belum tahu. Di dunia kerja saja; taruhlah di perusahaan pers, posisi illustrator selalu numpang folder di bagian artistic. Sepertinya, illustrator belum layak untuk diakui sebagai sebuah profesi; seperti halnya karikaturis yang dinunutkan di wartawan atau staf redaksi. Tetapi untunglah, di Kompas, saya sudah berhasil mengawal teman-teman seperti Didie SW, Jitet Koestana dan Tommy Thomdean agar diakui sebagai illustrator an sigh di perusahaan tersebut; sehingga jelas, divisinya adalah divisi illustratsi atau karikatur. Hanya sayang, tugas-tugas ilustrasi untuk mereka seringkali lebih dominan; sehingga menurut saya, mereka tak akan pernah jadi apa-apa kalau kesempatan untuk kontemplasi dan melakukan pendalaman sebagai karikaturis, kurang mendapat kelonggaran dan ruang gerak yang fokus.”
“O ya, kapan balik lagi ke Jepang?”
“Begitu selesai kunjungan di Museum Kartun Indonesia Bali, selang satu atau dua hari kemudian, kami harus balik ke Jepang, karena kami sudah harus mengajar lagi.”
“Enak ya di sana?”
“Ya, itulah, Mas. Saya sebagai orang baru, dan tampaknya diperlakukan ekstra istimewa, sedikit banyak ada juga dosen-dosen lama di sana yang kurang suka. Ada saja yang mempersoalkan, misalnya saya mengajar pakai celana Levi’s. Kali lain ada juga yang mempersoalkan rambut saya yang terlalu gondrong. Begitulah.”
“Tapi sekarang sudah dapat diatasi, kan?”
“Ya, Pimpinan Departemen Kartun sampai membujuk-bujuk agar saya mengalah dan mencukur rambut saya.”
“Tapi tak semua dosen begitu, kan?”
“O tidak. Ada bahkan yang memiliki kesamaan pola pikir dan minat. Sehingga kami jadi seperti sahabat dekat. Mereka itu adalah rombongan yang datang ke Indonesia. Nama-nama yang saya sebutkan di atas tadi. Jadi begitu kompaknya kami, sehingga kelompok itu kayak gang saja.”
Di Bali, setelah mampir ke Museum Kartun, bertemu kartunis Pramono, Priyanto, pendiri museum, Istio Adi; pengelola museum, Adelie, lalu di hari berikutnya, berlanjut ke acara bincang-bincang di salah satu ruang rapat hotel di Jimbaran; kemudian sore harinya dilanjutkan acara jalan-jalan ke lokasi Dream Land sore harinya. Sepulang dari Dream Land, GM Sudarta seperti bergumam, “Saya punya firasat, suatu saat saya akan tinggal di Bali. Tetapi kita semua tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi di balik cakrawala itu…”
Mobil yang membawa kami menderu; meluncur laju menuruni daerah perbukitan menuju tempat yang lebih landai, Kuta. Matahari terlihat bergerak pelan-pelan dan akhirnya, tenggelam di balik cakrawala.

deMes

2 Responses to "GM Sudarta: Saya Punya Firasat Suatu Saat Akan Tinggal di Bali"

Anonymous said :
April 19, 2013 at 9:06 AM
wah, saya pengen tanya2 tentang kyoto seika sebenernya klo boleh...ahaha.. :D
deMes said :
April 20, 2013 at 2:01 AM
Silakan menghubungi GM Sudarta di facebook atau www.facebook.com/oompasikom

Post a Comment